Dalam kisah sebelumnya diceritakan tentang dua orang wali yang berlayar dari Kalimantan menuju pulau Lombok, mereka akhirnya sampai di sebuah daratan yang kini disebut dengan pantai Batu Layar.
Ampun tuanku
menurut kata yang memerintahkan hamba untruk membunuh, adalah Anak Agung
Triwangsa. Dan beliau akan membuatkan kami masjid besar. Nah, demikianlah
Tuanku.”
Setealh itu
semua yang bersalah semua dihukum mati. Selama itu rakyat selalu siap sedia
dengan persenjataan. Gusti Ketut Gosha selalu mengamati gerak-gerik mereka.
baik siang mauypun malam. Melihat mkedaan yang gawat itu Gusti Keetut Gosaha
berangkat ke Mataram. Semua hulu balang yang berasal dari sekar bela Timba Bengaq dikumpulkan di Mataram untuk
mencegah kekacauan, sambil menanti keadaan aman kembali.
“Nah, kamu semua
akan kupindah ke Kampung Punia, Karena di tempatmu, kalian selalu bercekcok
denagan masyarakat kampong di tetanggamu, sampai keadaan tenang kembali dan
kamu tak lagi saling mendendam.”
Setealah mereka
berada tujuh hari di Punia, tiba-tiba muncul suati keajaiban. Sebuah mata air
muncul dengan ledakan yang dahsyat. Pada suatu hari raja bertanya :
“Menagap
rakyatku yang baru di punia itu tak pernah mengahadqap? Apakah sebabnya?
Barangkali banyak di antara mereka yang sakit atau karena sebab-sebab lainnya?”
karena itu raja
mengutus Gusti Ketut Gosha untuk melihat keadaan mereka.
“Cobalah kau
lihat bagaimana keadaaan rakyatku yang berada di Punia itu. Apakah banyk di
antara mereka yang sakit atau karean sebab-sebab yang lain.” mendengar itru
Gusti Ketut Gosha berangkat ke punia. Setelah tiba di tempatr itu gusti ketut
Gosha menyaksikan rakyat sedang bekerja menyempurnakan sebuah mata air. Mereka
bekerja semua.
“astaga kau
semua pada bekerja sehingga tak pernah menghadap ke Istana.”
“benar Tuanku.
Kebetulan disini terdapat mata air baru yang dapat kami mamfaatkan sebagai
tempat mengambil wuduq maupun mandi.” Melihat kenyataan itu Ketut Gosha menjadi
sangat heran, karena pada desa diatasnya hujan tak pernah dan lagi pula air
berada jauh.
“Dari manakah
asalnya air in? mengapa mata air bisa besar? Cocok benar di sini didirikan
istana, karena disini air melimpah ruah. Nah, hentikanlah dahulu pekerjaanmu.
jangan dilanjutkan menggarapnya. Aku akan sampaikan kabar inikepada Anak
Agung.”
Setelah itu
gusti Ketut Gosha meniggalkan punia menuju Mataram. Setelah tiba di kerato ia
menghadap raja.
“Daulat Tuanku.
layak benar rakyat Tuanku tak pernah menghadap, karena mereka sedang sibuk
menyempurnakan sebuah mata air baru yang amat besar.” Demikinlah hatur Gusti
Ketut Gosha.
“Jika demikian
halnya baiklah aku akan datang melihatnya.”
Setiba ditempat
yang dituju Anak Agung bersabda :
“Nah, telah lama
kamu berada di tempat ini. Sekarang aku berniat membangun istana. Sedang kamu
akan kukembalikan ke Sekar Bela. Perbesarlah kemampuanmu disana.”
Mereka diberi
bekal berupa uang, beras, ayam, kerbau, seraya berkata :
“pergunakanlah
ini untuk sangu membuat erumahan.”
setelah seminngu
mereka membuat perumahan baru. Muncul lagi sebuah mata air dengan ledakan
dahsyat seperti yag terjadi di Punia. bersamaan dengan itu mata air yang ada di
punia tiba-tiba kering. Melihat kenyataan itu Gustu Ketut Gosha menghadapa
kepada Anak Agung dan memberi Laporan.
“Daulat Tuanku
Anak Agung, aneh benar. Mata air yang di Punia semakin surut dan tiba-tiba
kering. Sebaiknya Tuanku pergi meninjau ke Sekar bela untuk menyaksikan keadaan
rakyat tunaku disana.”
setelah itu
Gusti ketut Gosha berangkat menuju sekar bela. setelah tiba langsung masuk ke
dalam kampung. Disana ia menyaksikan rakyat yang sedang menyempurnakan sebuah
mata air baru.
“Heran benar
aku. Ketika aku meninjau di Punia kujumpai mereka sedang Giat menyempurnakan
mata air. Disni jusa demikian. Sungguh Mengherankan. ini Semua memang rezekimu.
Kalian sangat beruntung. Teruskanlah pekerjaan Hingga selesai. sekarang aku
akan berdatang sembah kepada Anak Agung, agar kau terus di perkenankan menetap
di tempat ini”
Kemudian gusti
Ketut Gosha berangkat menuju Mataram, dan menghadap Anak Agung.
“ Daulat Tuanku,
Pantas mata air yang di punia menjadi kering. Karena di sekar bela muncul
sebuah mata air baru.”
“Nah itu memang
rezeki meraka.”
pada haru Jum’at
berikutnya berangkatlah Anak Agung menuju sekar bela. Setiba di tempat itu Anak
Agung Berkata :
“Nah tempat ini
akan kunamai, Sekar Bela timba Bengaq3)
karean aku heran melihat keajaiban mata air ini. Kemana saja kalian pergi,
kesanalah mata air ini menuju. itulah yag sangat mengerankan aku. Memang kamu
dapat rakhmat yang besar.”
sesudah itu
berkatalah Gusti ketut Gosha lagi :
Daulat Tuanku
sebainya kubur Otak-otak di pindah agar tak lagi menimbulkan kecelakaan pada
rakyat yang selalu lalu-lalang di tempat itu. Di tempat itulah mereka selalu
terjatuh. Sebaiknya kubur itu kita bongkar.” Setelah itu kubur Otak-Otak
dibongkar oleh masyarakat di bawah pimpinan Gusti Ketut Gosha. Setelah
penggalian itu cukup dalam, ketiak mereka mengorek-ngorek tanah, tiba-tiba
terlihat sebatang anak pohon pisang di dalam liang lahat. Itulah keajaibannya.
Dengan jelas yang dikuburkan disini adalah Gaos Abdul Razak, tetapi yang nampak
sekarang adalah sebatang pisang.
“Nah, sebaiknya
pohon pisang ini di tanm di tepi pantai.”
ketika mereka
tiba di dekat pantai bagaikan ditakdirkan seekor buaya muncul dari sebuah muara
sungai, da menuju ke sebuah lubang. Di lubang itulah akhirnya pisang itu di
tanam. Itulah sebabnya makam itu dinamai Loang Baloq4).
Setelah pemindahan makam itu selesai Anak Agung menuju ke kampung Sekar Bela.
“Hai
rakyatkusekalian, bagaiman apendapatmu tentang gurumu yang telah dibunuh itu?
Tidakkah kalian merasa kecewa atau lain-lain?”
“sudah jelas
bahwa kami sangat kecewa dan jengkel serta merasa malu tentang penyiksaan dan
pembunuhan itu. Tetapiu walaupun demikian konon mereka hanya menjalankan
perintah. Otaknya adalah raja Sengkongo, yang bernama Anak Agung Triwangsa
itu.”
“Nah, kalau
demikian kamu bermaksud memberontak kepadanya, terserah kamu sekalian. “
“Menurut
keinginan kami, hal itu kami serahkan kepada kebijaksanaan Tuanku. Apapun yang
keputusan Tuanku kami akan ikuti semuanya. Semua penderitaan kami Tuanku telah
maklumi.”
“Nah, Jika
demikian pendapat kalian, Ee, Gusti Ketut Gosha berangkatlah kau ke kampung
Mumbul. Setiba disana perintahkanlah sebanyak dua puluh dua orang dari warga
desa yang ada disana. Suruh mereka berkumpul disini dan segera berangkat.”
Setelah Gusti
Ketut Gosha tiba, ia segera melaksanakan apa yang diperintahkan dan
mengumpulkan mereka di Banjar Penataran. Setelah mereka berkumpul semua,
Berangkatlah mereka menuju Sekar Bela. Di kampung ini telah menanti dua puluh
dua orang hulubalang Sekar Bela. Dari sana mereka berangkat menuju Sengkongo
untuk melakukan srangan.
Dengan singkat
diceritakan setelah mereka menyeberangi sungi Babak, mereka bersorak dengan
gagap gempita dan langsung melakukan seranagan ke Puri Segkongo. Karena
serangan mendadak itu Anak Agung menjadi kelabakan dan segera memberikan
perintah perlawanan. Namun walaupun demikian serangan empat puluh empat itu tak
dapat ditahan. Hulubalang Sengkongo kepanikan. Mereka berlari tak menentu
dengan tujuan yang jelas. Bahkan akirnya raja Sengkongo turut berlari. Namun
kemana saja ia melarikan diri terus dikejar tak henti-hentinya. Ia lalu
terdesak. Setelah tiba pada suatu tempat ia dapat bertahan. Itulah sebabnya
tempat itu dinamai Taker5).
Setelah bertahan sejenak ia kembali melkarikan diri. Namun dikejar terus oleh
pasukan penyerang itu. Dan pada suatu tempat ia terjatuh berulang kali sehingga
menderita luka di kulit yang amat parah. Itulah sebabnya tempat itu dinamai
Babakan6). Dari tempat ini ia dapat melarika
diri kembali. Namun pengejaran masih terus
dilakukan hingga pada suatu tempat ia menghilang dengan tidak diketahui
ke mana perginya. Itulah sebabnya tempat itu dinamai Karang Siluman7) setelah ia tampak kembali, pengejaran
di lakukan kembali. Ia melarika diri menuju kea rah barat. Pada suatu tempat ia
bersama denganpasukannya terperosok kedalam lubang yang memang sudah
direncankan. Itulah sebabnya tempat itu dinamai Karang Bangbang8). Disanalah riwayat raja sengkongo serta
pengikutnya diakhiri. Setelah itu mereka menghadap ke istana kerajaan Mataram.
“bagaimana
keadaan rakyatku?” Tanya Anak Agung.
“Mereka telah
kami habiskan beserta rajanya.”
“Itulah sebabnya
aku sangat mempercayai rakyat Sekar Bela. Kalian memang sangat kupercaya untuk
mengatasi persoalan semacam itu.”
3) Sekar Bela
= nama kampung. Timba = kolam. Bengaq = Mengherankan
4) Loang =
lubang , Baloq = buaya
6) Babakan = Nama desa, Babak, bahasa
sasak maupun bali artinya luka-luka di kulit akibat jatuh ataupun geseran
7) Karang
Siluman = Nama desa, Siluman, bahasa
sasak maupun Bali artunya berganti rupa. Dalam cerita ini dikaitkan dengan
menghilang.