GAOS ABDUL RAZAK*)
(bagian 2)
Tersebutlah
sebuah ceritera yang berasal dari orang-orang tua Desa Sekar Bela.
Diceriterakan dua orang Wali yang berasal dari Kalimantan berlayar menuju pulau
Lombok. Mereka menumpang perahu Banjar. Setiba di tengah laut perahu itu
diserang badai dan gelombang yang amat dahsyat. akhirnya perahu itu berubah
menjadi batu. Dengan kepingan itulah kedua wali melanjutkan perjalanan menuju
daratan Lombok. Akhirnya mendarat disebuah pantai. Itulah sebabnya hingga kini
pantai dan desa di sekitarnya dinamakan Batu Layar.
Setelah naik ke
darat Gaos Abdul Razak dan adiknya yang bernama Gaos Abdul Rahman menuju sebuah
kampung. Setelah tiba mereka mengumpulkan seluruh penduduk kemudian berkata :
“ Aku ini
bernama Said Tohri yang biasa disebut
Gaos Abdul Razak dan dan adikku bernama Gaos Abdul Rahman.” kemudian
keduanya berpisah. Dan Gaos Abdul Razak akhirnya tiba di Desa Parampuan. disana
ia bertanya kepada seseorang.
“ Dimanakah
terdapat sebuah desa besar di daerah ini?”
“ O, disini tak
terdapat desa besar. Penduduknya terpencar satu-satu di berbagai tempat, karena
pulau ini baru saja dihuni orang.”
Lama kelamaan kemukjizatan Wali ini terdengar oleh Anak Agung Wangsa yang memerintah di Kebun Kongkoq. Karena itu raja mengadakan pesta dan memerintahkan untuk mengundang Gaos Abdul Razak.
“ Hai rakyatku,
Undanglah. Gaos Abdul Razak. Carilah dimana saja dia berada.”
kemudian
berangkatlah dua orang utusan untuk memenuhi perintah raja. Dari Kebun Kongkoq
mereka menuju Batur Ujung Pagutan. Di sana mereka melihat ulama itu sedang
minum tuak1 terpaksa kedua utusan itu menuggu.
Akibatnya raja menanti terlalu lama. karena itu ia mengutus dua orang lagi.
“ Nah,
berangkatlah kamu berdua untuk mengundang Gaos Abdul Razak.”
setelah kedua
utusan itu berangkat akhirnya tiba di desa Pagesangan. Disini mereka melihat
Gaos Abdul Razak sedang menyabung ayam. Setelah itu dua utusan lain menuju
Kampung Saren. Disini mereka melihat Gaos Abdul Razak sedang duduk dirumah
penduduk. Ia sedang berbicara dengan orang-orang Bali yang sedang lanjut usia.
Sedang dua utusan lainnya melihat Gaos Abdul Razak sedang bersembahyang di
sebuah masjid yang sekarang bernama Masjid Sekar Bela Timba Bengaq.
Setelah utusan
itu kembali berkatalah utusan pertama.
“ Daulat tuanku
Anak Agung, rakyat tuanku Wali itu hamba jumpai sedang minum tuak.”
“ Hamba jumpai
Ia sedang menyabung ayam.” kata utusan berikutnya.
“ Ia sedang
bersembahyang, itulah sebabnya hamba lama menuggu,” kata dua utusan yang terakhir.
Mendengar laporan utusan yang berbeda beda itu raja menjadi heran. karena itu
raja berkata pada rakyatnya.
“ Hai rakyatku,
jika demikian, ulama ini amat berbahaya. ia dapat meruntuhkan kerajannku.
Sekarang carilah akal untuk membunuh manusia itu.”
Setelah itu
terdapatlah sekelompok masyarakat dari sebuah kampong yang bersedia untuk
membunuh Gaos Abdul Razak. Setelah mufakat mereka merencanakan daya upaya untuk
melenyapkan ulama itu. Tentang hal itu Gaos Abdul Razak merasakan suatu
firasat. Tetapi ia tetap diam. Dan setelah sekelompok orang-orang itu
berkumpul, maka Gaos Abdul Razak dipanggil oleh seorang muridnya yang paling
utam. ketika ia sedang berjalan memenuhi panggilan itu tiba-tiba ia disergap,
kemudian diikat dan akhirnya dibunuh. Segera setelah peristiwa itu berlangsung
seseorang berangkat melaporkan peristiwa itu ke Sekar Bela Timba Benagaq.
“ baapak-bapak
dan saudara-saudaraku sekalian, guru kita Gaos Abdul Razak trelah dibunuh oleh
banyak orang.”
Mendenagar itu
pasukan dari Sekar Bela Timba Benagq segera berangkat untuk menuntut balas atas
kemataian gurunya. tetapi jenazah Gaos Abdul Razak tidak ditemukan. Namun
banayk yang menceritakan bahwa meninggalnyta Gaos Abdul razak adalah dengan
cara di penggal. Itulah sebanya mengapa kuburnya dinamai Kubur Otak-Otak2)
Setelah kejadian
tersebut orang-orang tua melaporkan semua peristiwa kepada I Gusti Ketut Gosha.
setelah tiba di Pura berkatalah mereka.
Daulat Tuanku.
Ulama Gaos Abdul Rozak telah dibunuh boleh orang-orang kampong. Ia dikeroyok
beramai-ramai.”
“Kalau demikian
langkah apa yang kamu lakukan?”
“Belum tahu
tuanku. Hamba harap agar Tuanku datang sendiri melihatnya.”
Mendengar itu
Gusti Ketut Gosha segera berangkat menuju Sekar Bela. Menjelang lima belas
meter akan tiba di kuburan Otak-Otak tiba-tiba I Ketut Gosha terjatuh.
“Rakyatku
sekalian. Telah kerap kali aku datang ditempat ini, tak pernah aku mengalami
pengalaman seperti ini. Apakah kira kira sebabnya?”
“ daulat tuanku,
barangkali firasat dari Gaos Abdul Razak.”
“ Nah,
barangkali memang demikian. Baiklah aku akan segera kembali. semua kan
dilaporkan kepada Anak Agung Ketut Jelantik. Akan kuminta agar Anak Agung
berkenan datang kemari. Karena itu persiapkan dirimu untuk menyogsong kedatang
anak Agung.”
Lalu Gusti Ketut
Gosha segera kembali ke Mataram untuk menemui Anak Agung Ketut Jelantik.
setelah tiba ia melaporkan kejadian dengan segera.
“Daulat Tuanku.
Rakyat Tuanku Gaos Abdul Razak, Ulama itu, telah dibunuh oleh penduduk desa
sebelah barat.”
“Mengapa ia
dibunuh?”
“semua itu belum
jelas bagi rakyat tuanku semuanya. Cobalah Tuanku sendiri mengusut mereka.”
mendengar itu
berangkatlah anak agung Ketut Jelantik menuju Sekar Bela. Setiba di pegesangan
ia beristirahat sesaat, kemudian melanjutkan perjalanan menuju kea rah barat
menuju Sekar Bela. Setelah berada sekitar lima belas meter dari kubur
Otak-otak, raja pun terjatuh bersama dengan tiga pengiring serta kudanya.
“Aneh, mengapa
hal ini bisa terjadi?”
“Daulat tuanku,
barangkali sebab makam ulama ini Tuanku.”
Mendengar itu raja terdiam la
uterus masuk ke kampong sekar Bela.
“Siapakah yang
membunuh ulama, hai rakyatku?”
“Hamba kurang
rtahu Tuanku. Hanya sepengetahuan hamba pada saat itu salah seorang muridnya
yang paling utama datang memanggi.”
“ siapakah nama
murid itu?”
“Loq Kutiah
Tuanku. Hanya dialah yang harus Tuanku usut agar semuanya menjadi jelas.” semua
orang yang berasal dari kampong pembunuh itu diperintahkan oleh Gusti Ketut Gosha untuk mencari Amaq
Kutiah. Setelah Amaq Kutiah menghadap lalu ditanya.
“Apa latar belakangnya
sehingga ulama ini harus dibunuh?”
“Ampun Tuanku,
Hanya hamba diminta untuk memanggilnya. Hamba tak tahu sama sekali rencana
mereka untuk membunuhnya. Hamba tak tahu sama sekali permufakatan mereka.”
“siapakah yang
langsung membunuhnya?”
“Kata orang
hamba tuanku dari timur”
“Carilah dia”
Setelah tiba,
pembunuh utama itu ditanya.
“Mengapa kau
bunuh Ulama itu ? bukankah dia guru dan pimpinanmu bersama? kau menjadi meleh
tak lain hanyalah karena dia. Kau bisa tau agam islam dan pelajaran-pelajaran
yang bermamfaat hanyalah karena dia. Bukankah tak pernah kau diajar untuk
berbuat jelek? mengapa dia kamu bunuh?”
“benar taunaku.
Hmaba muridnya. Mereka yang disebelah barat adalah muridnya. Demikian juga
mereka yang disebelah timur, utara maupun selatan. Semuanya adalah muridnya.
Tetapi Hamba muridnya yang disebelah
barat selalu di anak tirikan. itulah sebabnya hamba merasa sanagt dongkol.
“bukankah tak
mungkin semua itui di bangun sekaligus?”
“Jika demikian
halnya, seharusnya ia memberitahukan hal itu kepada kami. Menagpa ia tak
mengatakan misalnya ia yang kubuatkan lebih dahulu, nanti, nanti kamu kemudian.
Tetapi tetaplah berkumpul untuk melakukan ibadah.”
“Nah sekarang
rakyatku, Apakah yang kamu kehendaki?”
“hamba hanya
inginkan keadilan.”
“kalau demikain
kau katakan, barang siapa yang membunuhnya berhak untuk dibunuh.”
“Tunggu dulu
Tuanku,” kata Gusti Ketut Gosha.
“siapakah yang
memerintahkan kamu untuk membunuhnya? Apakah kesalahanya? Dan apakah sebabnya
?”