Selasa, 12 Februari 2013

RIWAYAT DATU PEJANGGIK (bagian 2)

GAOS ABDUL RAZAK*)
(bagian 2)

Tersebutlah sebuah ceritera yang berasal dari orang-orang tua Desa Sekar Bela. Diceriterakan dua orang Wali yang berasal dari Kalimantan berlayar menuju pulau Lombok. Mereka menumpang perahu Banjar. Setiba di tengah laut perahu itu diserang badai dan gelombang yang amat dahsyat. akhirnya perahu itu berubah menjadi batu. Dengan kepingan itulah kedua wali melanjutkan perjalanan menuju daratan Lombok. Akhirnya mendarat disebuah pantai. Itulah sebabnya hingga kini pantai dan desa di sekitarnya dinamakan Batu Layar.
Setelah naik ke darat Gaos Abdul Razak dan adiknya yang bernama Gaos Abdul Rahman menuju sebuah kampung. Setelah tiba mereka mengumpulkan seluruh penduduk kemudian berkata :
“ Aku ini bernama Said Tohri yang biasa disebut  Gaos Abdul Razak dan dan adikku bernama Gaos Abdul Rahman.” kemudian keduanya berpisah. Dan Gaos Abdul Razak akhirnya tiba di Desa Parampuan. disana ia bertanya kepada seseorang.
“ Dimanakah terdapat sebuah desa besar di daerah ini?”
“ O, disini tak terdapat desa besar. Penduduknya terpencar satu-satu di berbagai tempat, karena pulau ini baru saja dihuni orang.”


Lama kelamaan kemukjizatan Wali ini terdengar oleh Anak Agung Wangsa  yang memerintah di Kebun Kongkoq. Karena itu raja mengadakan pesta dan memerintahkan untuk mengundang Gaos Abdul Razak.
“ Hai rakyatku, Undanglah. Gaos Abdul Razak. Carilah dimana saja dia berada.”
kemudian berangkatlah dua orang utusan untuk memenuhi perintah raja. Dari Kebun Kongkoq mereka menuju Batur Ujung Pagutan. Di sana mereka melihat ulama itu sedang minum tuak1 terpaksa kedua utusan itu menuggu. Akibatnya raja menanti terlalu lama. karena itu ia mengutus dua orang lagi.
“ Nah, berangkatlah kamu berdua untuk mengundang Gaos Abdul Razak.”
setelah kedua utusan itu berangkat akhirnya tiba di desa Pagesangan. Disini mereka melihat Gaos Abdul Razak sedang menyabung ayam. Setelah itu dua utusan lain menuju Kampung Saren. Disini mereka melihat Gaos Abdul Razak sedang duduk dirumah penduduk. Ia sedang berbicara dengan orang-orang Bali yang sedang lanjut usia. Sedang dua utusan lainnya melihat Gaos Abdul Razak sedang bersembahyang di sebuah masjid yang sekarang bernama Masjid Sekar Bela Timba Bengaq.
Setelah utusan itu kembali berkatalah utusan pertama.
“ Daulat tuanku Anak Agung, rakyat tuanku Wali itu hamba jumpai sedang minum tuak.”
“ Hamba jumpai Ia sedang menyabung ayam.” kata utusan berikutnya.
“ Ia sedang bersembahyang, itulah sebabnya hamba lama menuggu,” kata dua utusan yang terakhir. Mendengar laporan utusan yang berbeda beda itu raja menjadi heran. karena itu raja berkata pada rakyatnya.
“ Hai rakyatku, jika demikian, ulama ini amat berbahaya. ia dapat meruntuhkan kerajannku. Sekarang carilah akal untuk membunuh manusia itu.”
Setelah itu terdapatlah sekelompok masyarakat dari sebuah kampong yang bersedia untuk membunuh Gaos Abdul Razak. Setelah mufakat mereka merencanakan daya upaya untuk melenyapkan ulama itu. Tentang hal itu Gaos Abdul Razak merasakan suatu firasat. Tetapi ia tetap diam. Dan setelah sekelompok orang-orang itu berkumpul, maka Gaos Abdul Razak dipanggil oleh seorang muridnya yang paling utam. ketika ia sedang berjalan memenuhi panggilan itu tiba-tiba ia disergap, kemudian diikat dan akhirnya dibunuh. Segera setelah peristiwa itu berlangsung seseorang berangkat melaporkan peristiwa itu ke Sekar Bela Timba Benagaq.
“ baapak-bapak dan saudara-saudaraku sekalian, guru kita Gaos Abdul Razak trelah dibunuh oleh banyak orang.”
Mendenagar itu pasukan dari Sekar Bela Timba Benagq segera berangkat untuk menuntut balas atas kemataian gurunya. tetapi jenazah Gaos Abdul Razak tidak ditemukan. Namun banayk yang menceritakan bahwa meninggalnyta Gaos Abdul razak adalah dengan cara di penggal. Itulah sebanya mengapa kuburnya dinamai Kubur Otak-Otak2)


Setelah kejadian tersebut orang-orang tua melaporkan semua peristiwa kepada I Gusti Ketut Gosha. setelah tiba di Pura berkatalah mereka.
Daulat Tuanku. Ulama Gaos Abdul Rozak telah dibunuh boleh orang-orang kampong. Ia dikeroyok beramai-ramai.”
“Kalau demikian langkah apa yang kamu lakukan?”
“Belum tahu tuanku. Hamba harap agar Tuanku datang sendiri melihatnya.”
Mendengar itu Gusti Ketut Gosha segera berangkat menuju Sekar Bela. Menjelang lima belas meter akan tiba di kuburan Otak-Otak tiba-tiba I Ketut Gosha terjatuh.
“Rakyatku sekalian. Telah kerap kali aku datang ditempat ini, tak pernah aku mengalami pengalaman seperti ini. Apakah kira kira sebabnya?”
“ daulat tuanku, barangkali firasat dari Gaos Abdul Razak.”
“ Nah, barangkali memang demikian. Baiklah aku akan segera kembali. semua kan dilaporkan kepada Anak Agung Ketut Jelantik. Akan kuminta agar Anak Agung berkenan datang kemari. Karena itu persiapkan dirimu untuk menyogsong kedatang anak Agung.”
Lalu Gusti Ketut Gosha segera kembali ke Mataram untuk menemui Anak Agung Ketut Jelantik. setelah tiba ia melaporkan kejadian dengan segera.
“Daulat Tuanku. Rakyat Tuanku Gaos Abdul Razak, Ulama itu, telah dibunuh oleh penduduk desa sebelah barat.”
“Mengapa ia dibunuh?”
“semua itu belum jelas bagi rakyat tuanku semuanya. Cobalah Tuanku sendiri mengusut mereka.”
mendengar itu berangkatlah anak agung Ketut Jelantik menuju Sekar Bela. Setiba di pegesangan ia beristirahat sesaat, kemudian melanjutkan perjalanan menuju kea rah barat menuju Sekar Bela. Setelah berada sekitar lima belas meter dari kubur Otak-otak, raja pun terjatuh bersama dengan tiga pengiring serta kudanya.
“Aneh, mengapa hal ini bisa terjadi?”
“Daulat tuanku, barangkali sebab makam ulama ini Tuanku.”
Mendengar itu raja terdiam la uterus masuk ke kampong sekar Bela.
“Siapakah yang membunuh ulama, hai rakyatku?”
“Hamba kurang rtahu Tuanku. Hanya sepengetahuan hamba pada saat itu salah seorang muridnya yang paling utama datang memanggi.”
“ siapakah nama murid itu?”
“Loq Kutiah Tuanku. Hanya dialah yang harus Tuanku usut agar semuanya menjadi jelas.” semua orang yang berasal dari kampong pembunuh itu diperintahkan  oleh Gusti Ketut Gosha untuk mencari Amaq Kutiah. Setelah Amaq Kutiah menghadap lalu ditanya.
“Apa latar belakangnya sehingga ulama ini harus dibunuh?”
“Ampun Tuanku, Hanya hamba diminta untuk memanggilnya. Hamba tak tahu sama sekali rencana mereka untuk membunuhnya. Hamba tak tahu sama sekali permufakatan mereka.”
“siapakah yang langsung membunuhnya?”
“Kata orang hamba tuanku dari timur”
“Carilah dia”
Setelah tiba, pembunuh utama itu ditanya.
“Mengapa kau bunuh Ulama itu ? bukankah dia guru dan pimpinanmu bersama? kau menjadi meleh tak lain hanyalah karena dia. Kau bisa tau agam islam dan pelajaran-pelajaran yang bermamfaat hanyalah karena dia. Bukankah tak pernah kau diajar untuk berbuat jelek? mengapa dia kamu bunuh?”
“benar taunaku. Hmaba muridnya. Mereka yang disebelah barat adalah muridnya. Demikian juga mereka yang disebelah timur, utara maupun selatan. Semuanya adalah muridnya. Tetapi Hamba  muridnya yang disebelah barat selalu di anak tirikan. itulah sebabnya hamba merasa sanagt dongkol.
“bukankah tak mungkin semua itui di bangun sekaligus?”
“Jika demikian halnya, seharusnya ia memberitahukan hal itu kepada kami. Menagpa ia tak mengatakan misalnya ia yang kubuatkan lebih dahulu, nanti, nanti kamu kemudian. Tetapi tetaplah berkumpul untuk melakukan ibadah.”
“Nah sekarang rakyatku, Apakah yang kamu kehendaki?”
“hamba hanya inginkan keadilan.”
“kalau demikain kau katakan, barang siapa yang membunuhnya berhak untuk dibunuh.”
“Tunggu dulu Tuanku,” kata Gusti Ketut Gosha.

“siapakah yang memerintahkan kamu untuk membunuhnya? Apakah kesalahanya? Dan apakah sebabnya ?”


bersambung ...


*) Gaos Abdul Razak = nama orang. cerita ini diterjemahkan dari cerita berbahasa saask dialek Ngeno- Ngene
1 Tuak = air enau, yang sudah diisi ragi, sejenis minuman keras
2)  otak berarti kepala