Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB) dibentuk tanggal 14 Agustu 1958. Sebelumnya, Nusa
Tenggara Barat merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara. Dengan
Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958, Provinsi Nusa Tenggara dimekarkan menjadi
tiga provinsi, yaitu, Bali, NTB (Nusa Tenggara Barat), dan NTT (Nusa Tenggara Timur).
Wilayah
NTB mencakup dua pulau terbesar di Provinsi itu, yaitu, Pulau Lombok dan
Sumbawa. Penduduk asli Pulau Lombok disebut suku Sasak. Sedangkan penduduk asli
Pulau Sumbawa dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu, suku bangsa Sumbawa dan
Bima.
Sejak era
Kerajaan Majapahit, wilayah NTB, khususnya Pulau Lombok dan Sumbawa, merupakan
daerah yang penting. Hal terlihat dari besarnya ambisi Patih Gajah Mada untuk
menguasai kedua pulau tersebut. Gajah Mada tidak hanya mengutus utusannya untuk
menaklukkan Lombok dan Sumbawa, melainkan datang sendiri ke Lombok untuk
mengatur pemerintahan di sana. Selain menaklukan Kerajaan Lombok, Majapahit
juga menundukkan kerajaan lain, yaitu, Kerajaan Perigi.
Sejak abad
ke 15, agama Islam mulai mewarnai kehidupan masyarakat NTB. Islam yang
datangnya dari Jawa ini berkembang dengan pesat. Pada abad ke 17 sampai ke 19,
Islam menjadi kekuatan moral yang besar untuk melawan tekanan raja-raja Bali
yang waktu itu menguasai wilayah ini.
Pada akhir
abad ke 17, ketika Kerajaan Gowa di wilayah Sulawesi Selatan dikuasai Belanda,
banyak kaum bangsawan Gowa yang tidak mau tunduk kepada pemerintahan kolonial,
meyingkir dari Sulawesi Selatan ke NTB. Mereka kemudian mempersiapkan perlawanan
terhadap penjajah tersebut. Dengan dijadikannya NTB sebagai tempat pelarian
para bangsawan Gowa, Belanda kemudian mengalihkan perhatiannya ke daerah itu.
Belanda
tampaknya tidak mau NTB berada dalam pengaruh kelompok perlawanan asal Gowa
tersebut. Hal ini antara lain karena NTB merupakan daerah yang penting bagi
lalu lintas perdagangan internasional ketika itu. Belanda khawatir jika wilayah
NTB, khususnya Lombok yang strategis itu jatuh ke tangan Inggris yang waktu itu
sudah mulai menanamkan pengaruhnya di sana.
Pada masa
itu, di Lombok terdapat Kerajaan Mataram. Kerajaan yang dipimpin oleh Raja A.A.
Ngurah Gde Karangasem ini telah menjalin hubungan dagang dengan Inggris.
Kenyataan ini sangat menggelisahkan Belanda. Maka Belanda melakukan berbagai
upaya untuk menanamkan pengaruh di Mataram. Tanggal 7 Juni 1843, Belanda
akhirnya dapat menekan Mataram untuk menandatangani perjanjian yang isinya
antara lain Mataram mengakui kedaulatan Belanda atas Pulau Selaparang dan
Mataram wajib melindungi kepentingan perdagangan Belanda.
Tidak
cukup dengan perjanjian di atas, Belanda berusaha menguasai Kerajaan Mataram
sepenuhnya. Dengan memanfaatkan pertentangan antara Kerajaan Mataram dengan
rakyat Sasak yang beragama Islam, Belanda melakukan berbagai gempuran terhadap
Mataram. Akhirnya pada tanggal 20 November 1894, setelah melalui peperangan dan
berakhir dengan pengepungan, raja Mataram bersama anaknya, yaitu, A.A. Made
Jelantik dan A.A. Gde Oka menyerah. Raja Mataram dan keluarganya akhirnya
diasingkan di Tanag Abang. Setelah peperangan itu, berarti Belanda telah
menguasai sepenuhnya Pulau Lombok. Mereka kemudian membagi Lombok menjadi tiga
onderafdeling, yaitu, Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur.
Sementara
itu, Belanda juga sudah mengikat kerajaan-kerajaan di Pulau Sumbawa dengan
perjanjian. Karena raja-raja Sumbawa bersikap menyesuaikan diri dengan kehendak
Belanda, dengan mudah Belanda menguasai kerajaan-kerajaan tersebut. Sesudah
tahun 1907, Kesultanan Sumbawa, salah satu kesultanan terkemuka di Pulau
Sumbawa, dijadikan onderafdeling dari Keresidenan Timor.
Belanda
terus memperlebar kekuasaannya atas wilayah NTB. Pada awal abad ke 20, Belanda
sudah menguasaai seluruh wilayah Lombok dan Sumbawa. Namun penguasaan Belanda
ini mendapat perlawanan dari masyarakat kedua pulau ini. Berbagai pemberontakan
dilancarkan rakyat. Di Pulau Lombok berlangsung pemberontakan di Desa Sesela,
Dea Gandor, Mameal Praya, Pringgabaya I, Pringgabaya II, Tuban, dan
pemberontakan Batu Geranting. Sementara di Pulau Sumbawa, perlawanan
dilancarkan oleh rakyat di Taliwang Sumbawa, Lunyuk Sumbawa, dan di Bima. Namun
semua pemberontakan ini dapat diredam Belanda.
Tahun 1937
organiasi politik yang berpuat di Jawa mulai masuk dan berkembang di NTB. Pada
tahun tersebut didirikan cabang Muhammadiyah. Tahun 1938 berdiri Perhimpunan
Islam Bima yang kemudian dilebur ke dalam Nahdlatul Ulama cabang Bima.
Perkembangan organisasi politik ini berlangsung sampai Jepang masuk dan
menguasai NTB. Di era penjajahan Jepang, kebebasan rakyat hilang. Jepang
memeberangus berbagai kegiatan rakyat, pemerintahan dijalankan oleh pejabat
Jepang dengab tangan besi. Keadaan ini berlangung hingga bangsa Indonesia
memproklamaikan kemerdekaannya.
Seperti
halnya di daerah lain di Indonesia, paca kemerdekaan adalah waktunya perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Belanda yang masih berniat menjajah Indonesia
kembali datang dengan membonceng kepada Sekutu. Rongrongan Belanda ini
berlangsung hingga dibuatnya Piagam Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia
Serikat (RIS) oleh Kerajaan Belanda tanggal 27 Desember 1949. di Era RIS ini,
NTB termasuk dalam wilayah Negara Indonesia Timur (NIT).
Semoga bermanfaat.